Lihat Semua : infografis

Pengelolaan Limbah Infeksius COVID-19 jadi Persoalan Penting


Dipublikasikan pada 3 years ago , Redaktur: Andrean W. Finaka, Riset : Rosi Oktari / Desain : Ananda Syaifullah /   View : 26.766


Indonesiabaik.id   -   Salah satu persoalan di tengah pandemi adalah limbah medis infeksius COVID-19. Limbah infeksius ini merupakan limbah medis yang tergolong sampah bahan berbahaya dan beracun atau B3.

 

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat jumlah limbah medis dari Pandemic COVID-19 ini meningkat 30%, sedangkan kapasitas pengolahan limbah B3 medis di beberapa daerah terutama di luar Jawa masih terbatas. 

 

Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi organisme pathogen dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia rentan. Kalau tidak dikelola dengan baik, limbah medis dari penanganan pasien dengan penyakit menular dikhawatirkan menjadi sumber penularan penyakit bagi pasien, petugas, dan masyarakat sekitar.

 

Adapun limbah infeksius tersebut berupa masker bekas, sarung tangan bekas, perban bekas, tisu bekas, plastik bekas minuman dan makanan, kertas bekas makanan dan minuman, alat suntik bekas, set infus bekas, Alat Pelindung Diri bekas, sisa makanan pasien.

 

Limbah dengan karakteristik infeksius sangat berbahaya bagi tenaga kesehatan maupun pengunjung, dan petugas yang menangani limbah. Pemusnahan limbah infeksius COVID-19 secara tepat dan benar sangat penting, untuk memutus mata rantai penularan.

 

Untuk mengatasi itu, Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (MLHK) memberikan respon cepat dengan rilis Surat Edaran No. SE.02/PSLB3/PLB.3/3/2020 tentang Pengelolaan Limbah Infeksius (Limbah B3 dan Sampah Rumah Tangga dari Penanganan Corona Virus Disease (COVID-19).

 

Untuk limbah medis yang bersumber dari rumah tangga, Pemerintah Daerah diminta berpartisipasi dalam menyiapkan sarana dan prasarana seperti dropbox. 

 

Sedangkan limbah yang berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan (FASYANKES), dapat dilakukan pemusnahan dengan insinerator bersuhu 800 derajat Celsius, hanya selama masa pandemi ini, dan alternatif pemusnahan melalui kiln semen juga dimungkinkan.

 

Salah satu kendala yang terkemuka untuk wilayah terpencil adalah ketidaktersediaan fasilitas pemusnah limbah medis, sehingga Dinas Lingkungan Hidup diminta dapat mendukung dan membantu FASYANKES dalam melakukan tata cara penguburan sesuai Pemenlhk Nomor P.56/Menlhk-Setjen/2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 

 

Dengan berbagai upaya yang dilakukan dari banyak pihak untuk mengelola limbah medis, diharapkan usaha ini terus bisa menekan penularan dan risiko lainnya yang bisa ditimbulkan.



Infografis Terkait